Jumat, 03 Juni 2016

Perkembangan Pola Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian di Indonesia

Oleh : Susmiati dan Bilqis Amrillah
Sektor pertanian peranannya dalam perekonomian nasional meskipun sudah semakin menurun, namun masih tetap penting dan strategis. Hal ini terutama karena sektor pertanian masih memberikan lapangan pekerjaan bagi sebagian besar penduduk yang ada di pedesaan dan menyediakan bahan pangan bagi penduduk. Peranan lain dari sektor pertanian adalah menyediakan bahan mentah bagi industri dan menghasilkan devisa negara melalui ekspor non migas. Bahkan sektor pertanian mampu menjadi katup pengaman perekonomian nasional dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir ini. Kontribusi penting penyuluhan pertanian untuk meningkatkan pembangunan pertanian dan peningkatan produksi pangan telah menyebabkan cepatnya perkembangan minat orang dalam penyuluhan selama beberapa dekade terakhir (Van den Ban dan Hawkins 1988). Beberapa negara telah berhasil memajukan pertaniannya yang memungkinkan kebutuhan pangan penduduknya terpenuhi dan pendapatan petani meningkat.
Penyuluhan pertanian di Indonesia telah mempunyai sejarah yang cukup panjang, yang dimulai sejak awal abad 20. Penyuluhan pertanian bermula dari adanya kebutuhan untuk meningkatkan hasil pertanian, baik untuk kepentingan penjajah maupun untuk memenuhi kebutuhan pribumi. Kebutuhan peningkatan produksi pertanian diperhitungkan akan dapat dipenuhi seandainya teknologi-teknologi maju yang ditemukan para ahli dapat dipraktekkan oleh para petani sebagai produsen primer. Dengan hasil yang cukup menggembirakan, usaha-usaha ini terus dikembangkan dan kemudian dibentuk suatu sistem penyuluhan pertanian yang melembaga di Indonesia dengan dibentuknya Dinas Penyuluhan (Landbouw Voorlichting Dients atau LVD) pada tahun 1908 di bawah Departemen Pertanian (BPLPP 1978).
Ada beberapa pola dalam komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut :
  1. Model SMCR Searah
Pada tahun 1960, David Berlo mengemukakan suatu model komunikasi interpersonal yang dikenal dengan model SMCR (Source, Message, Channel, Receiver). Pada model SMCR, Sumber (Source) diasumsikan sebagai orang yang mempunyai informasi yang senantiasa mengirimkan informasi yang disebutnya sebagai Pesan (Message) kepada Penerima (Receiver) melalui Saluran komunikasi (Channel), sehingga menimbulkan perubahan perilaku pada Penerima sesuai dengan yang dikehendaki oleh Sumber.
  1. Model Hierarkhis Dua Arah
Model ini dikembangkan dengan mengadopsi model yang membuat secara eksplisit kebutuhan akan komunikasi langsung (yang bersifat dua arah) diantara ketiga pihak utama terhadap proses transfer teknologi. Model ini dikembangkan dari model komunikasi konvergen yang diperkenalkan oleh Rogers dan Kincaid dan Rogers (2003) yang dikenal dengan Model Hierarkhis Dua Arah (Mugniesyah, 2006) atau Pendekatan Umpan Balik yang Disempurnakan atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai (Modified Feedback Approach) (Pasandaran dan Adnyana, 1995). Dalam model komunikasi konvergen, komunikasi merupakan suatu proses dimana masing-masing partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu sama lain dalam upaya untuk mencapai pengertian bersama (mutual understanding).
  1. Model Komunikasi Forum Media
Forum media adalah kelompok kecil-kelompok kecil terorganisir yang bertemu secara teratur dalam waktuwaktu tertentu untuk menerima program siaran dari media massa dan mendiskusikan isinya. Forum media ini pada awalnya berkembang di Canada di tengah-tengah keluarga petani, kemudian menyebar ke negara-negara kurang berkembang seperti India, Nigeria, Ghana, Malawi, Costa Rica, dan Brasil. Media massa dihubungkan dengan media forum bisa melalui radio (India), sekolah radiophonics (Amerika Latin, India), media cetak (Cina) atau media televisi atau telescuola (Italia) (Mugniesyah 2006). Pengaruh saluran media massa, khususnya di kalangan petani di negaranegara sedang berkembang akan lebih besar jika media massa tersebut digabungkan dengan saluran komunikasi interpersonal.
Negara India merupakan negara dengan pengalaman mereka dengan forum radio tidak tertandingi oleh negara manapun di dunia. Terdapat 12.000 forum radio yang melibatkan 250 ribu petani dengan pertemuan rutin dua minggu sekali. Forum radio membantu menumbuhkan kesadaran para petani agar memanfaatkan inovasi di bidang pertanian dan kesehatan (Rogers dan Shoemaker 1995).
  1. Model Komunikasi Jejaring (The Network Model)
Setelah swasembada beras dicapai pada tahun 1984, keadaan mulai berubah. Kebutuhan masyarakat tidak terbatas pada sekedar beras dalam arti kuantitas, tetapi sudah mengarah pada kualitas. Di samping itu masyarakat juga memerlukan berbagai jenis sayuran, buah-buahan dan lauk pauk (telur, daging, ikan) serta susu. Permintaan teknologi tidak terbatas pada padi, tetapi melebar kepada komoditi lainnya dan hal ini kemudian tidak selalu dapat dipenuhi oleh penyuluh karena ketidak-tersediaan teknologi yang dimaksud. Petani kemudian mulai mencari teknologi tidak saja ke penyuluh, tetapi ke sumber teknologinya seperti ke peneliti, pedagang sarana prduksi, dan sebagainya (Tjitropranoto 2003).
Model ini juga dikembangkan berdasarkan kelemahan dalam penyuluhan pertanian yang menekankan pendekatan proses adopsi inovasi pertanian atau model Olie-Vlek System, dimana ditemukan bahwa hanya sebagian kecil lapisan atas masyarakat saja yang akses pada penyuluhan pertanian tersebut. Oleh karenanya pada model ini, terdapat beberapa kegiatan yang difokuskan pada keluarga petani berlahan sempit yang selama ini selalu memperoleh sebagian kecil manfaat secara tidak proporsional dari penyuluhan dan penelitian yang terorganisir (Mugniesyah 2006).
  1. Model Siklus Pengalaman Belajar (Experiental Learning Cycle)
Keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia secara keseluruhanm telah mendorong meningkatnya permintaan dan konsumsi komoditaskomoditas pertanian tertentu, seperti holtikultura, produk peternakan, produk perikanan, perkebunan, dan sebagainya. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa para petani Indonesia juga telah berubah secara nyata (Slamet 1995). Berkat penyuluhan pembangunan, termasuk penyuluhan pertanian, para petani telah memiliki pola komunikasi yang terbuka. Mereka telah lebih mampu berkomunikasi dengan orangorang dari luar sistem sosialnya, dan telah lebih mampu berkomunikasi secara non personal melalui berbagai media massa. Petani dalam melakukan usahatani bahkan telah mampu berorientasi pada pasar.
Pola komunikasi yang dikembangkan dalam penyuluhan pertanian di Indonesia mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pada awalnya pola komunikasi yang dikembangkan adalah pola komunikasi yang bersifat linear dari pemerintah/peneliti melalui penyuluh kepada petani. Sejalan dengan perkembangan pemahaman pemerintah atau peneliti, kemajuan yang dialami oleh petani, tuntutan demokratisasi di berbagai bidang, maka pola komunikasi yang dikembangkan dalam penyuluhan pertanian juga mengalami perubahan ke arah pola komunikasi yang partisipatif dan dialogis sehingga diharapkan akan lebih mampu memenuhi kebutuhan petani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar